Sejarah Kecamatan Tejakula
info-kotakita.blogspot.com |
Dengan luas sekitar 7,15% dari wilayah buleleng sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan karena memang kecamatan tejakula terletak di pinggir pantai. Kecamatan Tejakula memiliki banyak potensi objek wisata, baik wisata pantai maupun wisata daratnya.
Sama seperti kecamatan-kecamatan di bali pada umumnya, Kecamatan Tejakula juga memiliki sejarah yang dapat menjawab mengapa nama daerah tersebut dinamai daerah Tejakula. Berikut penjelasannya.
Sejarah Singkat Tejakula
Menurut Piagam Raja Janasadhu Warmadewa, yang memerintah tahun 975 tarik masehi, yang sekarang tersimpan di Desa Sembiran. Dalam piagam itu ditemukan nama “Hiliran”, hal ini dapat dilihat dalam prasasti tersebut lembarannya, yang berbunyi sebagai berikut :
“Kunag yan ada durbalan Sanghyang Parhyangan mependem, pancuran, pasibwan, prasada, jalan raya denan loden pahuru pangna banwu di julah, di Indrapura, Buhundalem, Hiliran, Kebeyanna, Amin Siwidhurman, Sanghyang Parhyangan ditu”
. Artinya :
“Apabila ada kerusakan-kerusakan pura, kuburan, pancoran, permandian, prasada (candi), jalan raya yang ada di sebelah utara ,ataupun di sebelah selatan, harus Desa Julah, Indrapura, Buhundalem dan Hiliran, berganti-ganti memperbaikinya juga mengeluarkan biaya, karena penduduk desa-desa ini semuanya memuja pura atau kahyangan itu (Goria, dalam .
Berdasarkan uraian tersebut, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Hiliran adalah : Desa Tejakula sekarang, karena nama tersebut tercantum di sebelah timur nama Buwundalem (Bondalem) atau berdasarkan urutan penyebutan nama-nama desa yang tercantum dalam prasasti tersebut di atas. Jadi Desa Tejakula termasuk desa yang sangat tua, di mana sudah ada pada abad ke-10. Prasasti-prasasti di Bali yang berangka tahun abad ke-8 sampai ke-10 kebanyakan menggunakan bahasa Bali Kuno, asal katanya adalah hilir dan mendapat akhiran an. Hilir dalam bahasa Indonesia juga berarti bagian sebelah bawah atau akhir(Lawan kata dari Hulu. Dalam Prasasti Raja Jaya Pangus yang berangka tahun 1101 tarik Masehi, tidak ditemukan lagi nama hiliran, tetapi nama lain yakni paminggir. Untuk lebih jelasnya prasasti tersebut lembaran VIII, sebagai di bawah ini :
“Ale-ale karama nibanu buah, tan pawoha mangana irikang wang manasa salwirani kawanganya makatokannya, makadi waiwa haji ring Paminggir”.
Artinya :
“Selanjutnya penduduk Desa Banyubah dilarang memberikan / menghidangkan makanan kepada orang-orang dari desa mana saja, biar orang-orang itu berkasta apa saja dan golongan apa saja, terutama kepada rakyat dari desa Pinggiran (Ginarsa, 1974 XV).
Dalam prasasti tersebut di atas memang kurang jekas nama yang dimaksud dengan Desa Pinggiran”. Untuk memperkuat data bahwa Desa Tejakula dahulu juga dapat bernama Paminggir, dapat kita lihat dalam Prasasti Kintamani, yang dikeluarkan pada jaman pemeintahan Raja Ekajaya Lanoana, berangka tahun 1200 tarik Masehi. Adapun bunyinya sebagai berikut :
“Yapuan hana sakroh, wong ring wintang ranu adagang maro Les, Paminggir, Buhundalem, Julah, Purwasidhi, Indrapura, Bulihan, Manasa, Yoka sidha tan Pamingsih i sarasaning Raja Prasasti anugrahanira paduka Sri Maha Raja 1 karamaning Cintamani”.
Artinya :
“Apabila ada orang-orang dari Desa Sitar Lingtang Danu (desa yang ada di pinggir danau Batur) berjualan ke desa-desa Les, Paminggir, Buhundalem, Julah, Purwasidhi, Indrapura, Bulihan dan Manasa, hal itu telah diputuskan tidak dipergunakan Undang-Undang yang tersebut dalam prasasti, anugrah dari Sri Paduka Maharaja, yang diajukan kepada sekalian penduduk desa Kintamani (Gloria, dalam Ginarsa, 1974 XB).
Berdasarkan urutan nama-nama desa disebut di atas nyatalah bahwa, desa yang dimaksud desa Paminggir adalah : “Desa Tejakula”. Menurut prasasti tersebut yang pertama disebut adalah Desa Les, jadi desa ini letaknya di sebeleh timur dari Desa Tejakula. Setelah itu baru disebut Paminggir, Buhundalem, Julah dan seterusnya, sampai sekarang memang nama-nama desa yang disebutkan seperti Buhundalem, Julah dan Les termasuk Kecamatan Tejakula. Terbukti bahwa dulunya Desa Tejakula bernama Paminggir.
Kata Paminggir berasal dari kata pinggir yang berarti tepi, batas atau pinggir. Menurut pikiran kami kata paminggir hampir sama pengertiannya dengan hiliran, sehingga nama-nama ini silih berganti dipakai, baik dalam prasasti maupun dalam Undang-Undang desa. Nama Hiliran kembali ditemukan dalam Undang-Undang Desa Tejakula yang selesai ditulis pada tahun 1932. tetapi nama Hiliran dalam Undang-Undang desa tersebut disingkat menjadi liran saja.
Perkembangan selanjutnya beberapa tokoh masyarakat menerjemahkan kata Paminggir ke dalam bahasa Sansekerta yaitu : Kula (bersuku kata panjang). Kula juga berarti pinggir atau tepi. Di muka kata Kula, ditambah kata Teja, yang berarti sinar atau cahaya. Tercantumnya kata Teja di muka kata Kula, penulis berusaha menemukan dari nama-nama asal-usulnya. Untuk mengetahui asal-usul kata Teja, kami mengadakan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat, dan ditambah dengan cerita-cerita rakyat atau foklore.
Menurut cerita rakyat bahwa dalam jaman dahulu ada sinar jatuh di sebelah timur desa itu, maka sampai sekarang diabadikan menjadi nama desa. Kemungkinan besar sinar yang kelihatan jatuh di tepi desa itu semacam meteor atau bintang-bintang yang berpindah tempat.
Kata Paminggir berasal dari kata pinggir yang berarti tepi, batas atau pinggir. Menurut pikiran kami kata paminggir hampir sama pengertiannya dengan hiliran, sehingga nama-nama ini silih berganti dipakai, baik dalam prasasti maupun dalam Undang-Undang desa. Nama Hiliran kembali ditemukan dalam Undang-Undang Desa Tejakula yang selesai ditulis pada tahun 1932. tetapi nama Hiliran dalam Undang-Undang desa tersebut disingkat menjadi liran saja.
Perkembangan selanjutnya beberapa tokoh masyarakat menerjemahkan kata Paminggir ke dalam bahasa Sansekerta yaitu : Kula (bersuku kata panjang). Kula juga berarti pinggir atau tepi. Di muka kata Kula, ditambah kata Teja, yang berarti sinar atau cahaya. Tercantumnya kata Teja di muka kata Kula, penulis berusaha menemukan dari nama-nama asal-usulnya. Untuk mengetahui asal-usul kata Teja, kami mengadakan wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat, dan ditambah dengan cerita-cerita rakyat atau foklore.
Menurut cerita rakyat bahwa dalam jaman dahulu ada sinar jatuh di sebelah timur desa itu, maka sampai sekarang diabadikan menjadi nama desa. Kemungkinan besar sinar yang kelihatan jatuh di tepi desa itu semacam meteor atau bintang-bintang yang berpindah tempat.
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa : nama Desa Tejakula dahulu pernah berubah tiga kali sampai sekarang, tetapi pengertiannya begitu jauh satu nama dengan nama lainnya, yakni dari kata Hiliran diganti menjadi Paminggir, dan terakhir menjadi Tejakula, sampai sekarang nama ini masih dipakai.
Itulah sedikit gambaran sejarah terciptanya nama Tejakula yang sampai sekarang masih dipakai sebagai nama sebuah wilayah buleleng timur yang kini telah lengkap menjadi sebuah kecamatan yakni kecamatan Tejakula.
Itulah sedikit gambaran sejarah terciptanya nama Tejakula yang sampai sekarang masih dipakai sebagai nama sebuah wilayah buleleng timur yang kini telah lengkap menjadi sebuah kecamatan yakni kecamatan Tejakula.
Sumber Refrensi : kehidupandanharapan.blogspot.com